Sebuah telaah kritis atas aplikasi konsep rantai pasok dalam dunia pertanian

Agroindustri merupakan industri yang mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi produk yang bernilai lebih tinggi. Hasil pertanian yang dimaksud adalah pertanian dalam arti luas, termasuk hasil perikanan dan hasil kehutanan.

Agribisnis di sisi lain adalah bisnis hasil pertanian dalam artian luas. Misalnya agribisnis cabe, agribisnis kentang, agribisnis pisang yang didalamnya terdapat transaksi jual beli.

Mengapa sering sekali rancu antara agribisnis dan agroindustri, padahal istilah “bisnis” dan “industri” banyak kita dengar dalam “dunia” non pertanian, sedangkan penggunaan kedua kata dalam pertanian sering rancu. Misal, rantai pasok agribisnis, rantai pasok agroindustri dan rantai pasok agriculture versus rantai pasok (tanpa embel-embel bisnis dan industri) sudah menunjuk pada bagaimana perusahaan memperoleh pasokan untuk kemudian dijual kepada konsumen-nya.

Bukankan lebih simpel saja menyebut istilah rantai pasok agribisnis, rantai pasok agroindustri, dan rantai pasok agriculture sebagai rantai pasok agriculture saja (rantai pasok pertanian) ? Sedangkan embel embel di belakang istilah rantai pasok bisa berupa komoditasnya, bisa berupa produk maupun jasa.

Banyak sekali kerancuan-kerancuan dalam dunia pertanian yang terjadi. Barangkali hal ini disebabkan karena model-model maupun metode yang pertama kali dikembangkan di dunia manufaktur kemudian di-adopsi ke dalam dunia pertanian. Sedangkan adopsi ini kurang memperhatikan konteks beserta filosofinya, sehingga pada akhirnya terjadi kerancuan itu.

Ada seorang teman yang bertanya, “Mengapakah harus memperhatikan filosofis dan konteks segala dalam hal yang sifatnya teknis ?”. Bukankah asal bisa diterapkan, sudah selesai masalah. Oke oke oke. Mari kita berfikir sedikit logis deh Mas. Sekarang kita datang ke pak petani dan bilang, “Pak cangkulnya saya pinjem ya, bapak saya pinjamin serok buat mencangkul”. Apakah sekop yang biasa untukĀ  mengangkat tanah bisa mensubstitusi cangkul ? Bisa juga loh. Tapi apakah bentuk sekop yang sedemikian rupa mensubstitusi cangkul yang digunakan oleh pak Tani dalam menggarap sawah ?

Bukankah pak Tani harus tahu obyek yang digarap sekaligus alat untuk menggarapnya ? Misalnya harus tahu apa yang digarap, misalnya apakah yang digarap pasir ataukah tanah ? Apakah sekedar memindahkan ataukah menggali lubang ? Oh ya, saya lupa, apakah anda pernah melihat cangkul dan sekop ? Gambar di bawah ini mengilustrasikan apa itu sekop dan apa itu cangkul.

cangkul-dan-sekop

Saya bukan seorang petani, tapi bapak saya dulu bisa kuliah ya karena membantu kakek saya di sawah. Begitu pula aku, walau aku anak kota, namun dulu sering diajari bagaimana bersawah, menggunakan cangkul, menggunakan sekop dan alat-alat pertanian lain. Nah, kembali ke cangkul dan sekop. Filosofinya, sekop adalah untuk menggali dan sekop untuk memindahkan. Meskipun secara teknis sekop bisa untuk menggali, tapi tidak bisa sedalam cangkul sedangkan cangkul bisa memindahkan, namun tidak bisa seunggul sekop dalam memindahkan tanah atau pasir.

So, terkembali pada permasalahan rantai pasok agroindustri, rantai pasok agrobisnis dan rantai pasok pertanian sebagai sebuah filosofi dan konsepsi mengenai bagaimana mengelola bisnis dan industri di bidang pertanian. Apakah kita benar-benar mengenal apa itu bisnis dan industri di bidang pertanian sebelum menggunakan rantai pasok sebagai sebuah konsepsi ? Sebidang tanah, modal dan bibit beserta sarana produksi pertanian merupakan sebuah realitas yang netral. Pengetahuan tentang bagaimana merencanakan kapan menanam, bagaimana mengorganisir, melaksanakan, dan mengendalikan penanaman merupakan manajemen budidaya pertanian. Terdapat pula filosofi kultural yang ada dalam budidaya pertanian. Misalnya filsofi Jawa mengenai bumi dan lingkungan beserta konsepsi mengenai pertanian turut menentukan bagaimana (metodologi) budidaya. Alat atau tools yang digunakan dalam proses budidaya beserta bagaimana menggunakan alat (metode) merupakan bagian dari filosofi dan konsepsi Jawa mengenai bumi, lingkungan dan pertanian. Apabila pertanian padi tradisional, maka filosofi dan konsepsinya adalah bagaimana mengolah sumber air, tanah, bibit dan pupuk alami dengan memperhatikan cuaca melalui petunjuk tradisional (semacam pertanda alam) untuk menentukan kapan menanam (planning). Organizing atau pengorganisasian menggunakan struktur kekerabatan yang jaman dulu sudah mengakar dalam tatanan sosial. Actuating atau aktualisasi juga mengikuti tatanan yang sudah lazim di suatu daerah atau kampung. Pengendalian yang dilakukan juga sama. Disini manajemen budidaya dianggap sebagai metodologi. Sedangkan bagaimana mencangkul merupakan metode dan cangkul merupakan tools yang digunakan.

Apabila yang digunakan adalah pertanian industrial untuk memenuhi pasokan bagi suatu proses industrial, dengan petani yang digaji oleh perusahaan dan lahan dimiliki perusahaan, maka metodologi atau manajemen yang digunakan adalah manajemen modern perusahaan dimana terapat perencanaan sesuai dengan perencanaan perusahaan. Metode dan tools pun bisa berbeda. Bisa menggunakan alat berat semacam excvator untuk membuka lahan, traktor mesin sampai dengan traktor tangan.

Intinya adalah, minimal kita tahu obyek yang kita pelajari, memilih metodologi, metode, dan tools yang digunakan. Begitu pula dalam melihat bisnis dan industri dalam bidang pertanian atau agribisnis dan agroindustri, kita tahu dulu problematical situation konteks dan asumsi filosofis. Apabila metodologi rantai pasok digunakan, asumsi filosofis beserta konteks yang bagaimana dalam melihat problematical situation atau situasi problematis.

Misalnya melihat agribisnis sebagai sistem dan agroindustri sebagai sistem di dalamnya, apakah cocok menggunakan konsep rantai pasok yang pada mulanya dipakai di manufaktur dengan kriteria kinerja sebagaimana SCOR ? ataukah konsep rantai nilai yang lebih sesuai dimana rantai pasok berada di dalamnya ? sedemikian pentingkah melihat konteks rantai pasok agroindustri sebagai bagian dari sistem agribisnis ?

Apabila diibaratkan, apakah metodologi manajemen pertanian tradisional bisa ditransformasikan menjadi pertanian industrial modern tanpa memperhatikan asumsi filosofis dan konsepsi ? Bukankah manajemen (metodologi) pertanian modern ditentukan oleh asumsi filosofis dan konsepsi mengeruk keuntungan dengan menghitung semua aspek untung-rugi tanpa memperhatikan prinsip kekeluargaan dan kebersamaan yang jaman dahulu berakar kuat menggarap sawah bareng-bareng. Sampai ada istilah panen raya, disertai dengan nanggap wayang sebagai rasa sukur kepada Tuhan Yang Maha Esa ?

Apabila menggunakan konsep rantai pasok, maka peran petani hanya akan dianggap sebagai supplier dari suatu mesin agroindustri yang menghasilkan value-added. Supplier dituntut reliable dan akuntabel dalam artian cost, delivery, timeliness dan berbagai indikator lain. Sedangkan di sisi lain, justru niat penggunaan konsep rantai pasok adalah untuk membangun petani sehingga lebih efisien. Mungkinkah bisa dicapai dengan pendekatan Supply Chain Management ?

Tidak salah dalam penggunaan konsep dan pendekatan rantai pasok, asal saja tahu obyek yang dikaji saja ? Apakah sekedar lancarnya supply suatu komoditas pertanian ataukah juga bertujuan untuk mensejahterakan ? Apabila, misalnya, membuat konsep rantai pasok berkelanjutan, apakah petani beserta kesejahteraannya juga ikut dimasukkan ? Sebuah pertanyaan yang rumit bukan ?

Lalu, untuk agribisnis dan agorindustri, apakah konsep rantai pasok itu sesuai ?